WELCOME ....

Seringkali perjuangan adalah sesuatu yang kita butuhkan dalam hidup ini. Jika Tuhan memperbolehkan kita melewati hidup ini tanpa cobaan, hal itu akan membuat kita lemah..

Minggu, 26 September 2010

Kepingan naskah ketiga :

Setelah tiga minggu aku berada di sekolah, ternyata tidak sebaik yang kubayangkan. Beberapa teman terkadang mengejekku, mengajakku bermain yang tidak ku suka, dan terkadang memainkan klakson sepedanya didekatku. Jujur, pendengaranku sangat sensitive. Aku sering menutup telinga ketika merasa sangat bising atau mendengar suara – suara keras didekatku. Dan tidak jarang aku menjadi lebih agresif dibanding teman – teman yang lain. Aku merasa tidak bersahabat ditempat ini.

Dan siang itu, ibu tidak dapat menjemputku seperti biasanya. Aku telah lama menunggu hingga akhirnya aku memutuskan untuk pulang berjalan kaki. Berjalan sendiri ditengah ramainya orang berlalu lalang dengan panas terik matahari yang menyengat kulitku. Aku sangat haus dan merasa lambungku telah menagih jatah makan siangnya, namun tidak ada seorangpun yang mengerti keadaanku. Jarak rumah ku menuju sekolah memang cukup jauh, hingga terkadang aku berhenti sejenak untuk sekedar istirahat dan bermain dengan imajinasiku sendiri. Yah.. saat itu aku melihat banyak burung yang terbang dilangit, dan spontan aku melambaikan tangan pada burung itu, seakan aku ingin merasakan terbang seperti burung itu. So Impossible…

“Heii… anak autis.. minggiiir…” “kriiingg…..kriiingg..kriing,,!!!” suara salah seorang dari segerombolan anak-anak itu sontak membuatku kaget. Ditambah banyaknya suara bel sepeda yang membuatku sangat pusing melihatnya. Dan entah darimana dia tahu akan penyakitku. Mungkin orangtua mereka yang sering menggosip dengan orangtua lainnya saat menjemput anaknya sekolah. Entahlah yang pasti aku ingin……. Dan…

“Aaaaauuu……. (gubraak.)”.. tanpa sadar aku mendorong radit, salah satu temanku yang mengendarai sepeda itu sehingga dia terjatuh dan kepalanya terbentur tepat dengan batu besar hingga mengeluarkan banyak darah.

Aku tidak memperdulikannya dan segera berlari menuju rumah.

“Heii…. Anak autis.. lihat saja kau nanti!!!” radit pun berdiri dibantu teman – temannya dan dari wajahnya terlihat kekesalan yang akan dibalas padaku nanti.

--------------

Sesampainya di rumah, aku tidak menemukan keberadaan ibu. Aku hanya melihat kak panji dan teman – temannya sedang bermain di ruang tamu dan akupun tidak melihat adanya kak ratu di rumah. Kenapa ibu dan kak ratu pergi tanpa mengajakku.

“Eh udah pulang.. cuci tangan cuci kaki ganti baju terus makan yah.. tuh ibu udah siapin makanan buat kamu” kata kak panji seraya memberiku baju ganti. Tumben hari ini kak panji terlihat baik dan perhatian.

“ii…ibu maanaa” pertanyaan yang singkat dariku.

“Ibu lagi ke dokter, bentar lagi juga pulang” jawaban yang singkat pula.

Perasaanku menjadi tidak enak mendengar kata ‘dokter’. Siapakah yang sakit? Aku takut jika ibu sakit. Aku takut ditinggal ibu. Aku takut tidak ada lagi yang baik padaku. Tidak ada lagi yang membelaku saat orang disekelilingku mengasingkanku. Sepertinya aku berfikir terlalu berlebihan dan rasa pusing itu kembali hadir sehingga aku memutuskan untuk menyendiri di kamar. Tapi tak lama terdengar suara ibu dan kak ratu. Mereka sudah datang. Ada perasaan lega dihatiku.

“Assalamuallaikum.. panji, tadi kamu jemput genta,kan?” Tanya ibu pada kak panji sambil mencari-cari aku yang masih berada dikamar.

“Yaa bu.. kata dokter ratu sakit apa?”

“Terus genta sudah makan?” ibu kembali bertanya tentangku dan menghiraukan pertanyaan kak panji

“Kayaknya… udah”, jawab kak panji yang terus membohongi ibu.

“Kok kayaknya, bikin ibu khawatir aja.. genta sayang.. sudah makan belum?” panggil ibu dari luar pintu kamar. Dan aku segera mendatanginya. Namun ibu sudah berlalu menuju dapur.

“Yang sakit kan ratu bu, kenapa genta yang dikhawatirkan” .. cetus kak panji yang begitu kesal.

“Aku ngga papa kok kak, Cuma kecapean aja, besok juga sembuh” kata ratu sambil berbaring di kamarnya.

“Iya.. ratu ngga kenapa-kenapa, dia cuma butuh waktu buat istirahat. Obatnya diminum ya ratu..” jawab ibu menenangkan sambil memberikan segelas air dan beberapa obat yang masih dibungkus rapat. Aku tidak mengerti kak ratu sakit apa, tapi dari wajah ibu sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan dari kami. Semoga kak ratu baik - baik saja.(bersambung)
»»  READMORE...

Kepingan naskah kedua :

Tepat pukul 12.00 WIB ibu sudah berada dipagar depan sekolah. Aku segera mendatanginya dan cepat menaiki sepeda yang ibu bawa kemanapun. Hari pertama berada di sekolah tidak ada masalah denganku. Sepertinya teman-teman bisa menerimaku, atau mungkin mereka tidak tahu aku yang sebenarnya. Tapi, aku merasa tidak nyaman. Begitu banyak orang di sekolah, bising dan ramai. Tidak sedikit orang melihatku dari ujung kaki sampai ujung kepala. Aku bagai seorang tersangka narapidana yang disorot banyak mata. Be a positive thinking! Aku percaya semua orang baik padaku.
“Hey..ho.. adikku sudah mulai sekolah yaa. Are you happy?” seru kak ratu yang menyambutku dengan senyum khas nya sesampainya aku di rumah. Banyak orang yang menyukainya, selain karena postur tubuh yang menarik,berkulit putih,rambutnya yang terurai panjang dan berkilau, juga karena kelebihannya yang mudah bersosialisasi. Dengan sekali pertemuan saja,kak ratu bisa menarik simpati lawan bicaranya. Jelas berbeda denganku yang lebih banyak menghabiskan waktu sendiri daripada dengan orang lain.
Aku tidak tertarik untuk berteman. Tidak mudah bereaksi terhadap isyarat - isyarat dalam bersosialisasi atau berteman. Tidak spontan / refleks dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Aku pun tidak dapat meniru tindakan teman dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura pura. Terkadang aku dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam).
“Yaa….kak. aa..aku punya temaan b..baru” jawabku yang hanya ingin menyenangkan kakakku.
“Like that.. oia,kakak bawa buku baru, nanti kita baca sama-sama yah?” seru kak ratu sambil menuntunku menuju kamar.
“iiyaa ka..” kataku sambil mencari-cari buku yang semalam ku baca. Kak ratu memang sangat suka membaca,dan aku sering diracuninya dengan buku-buku fiksi ataupun buku nonfiksi. Kami memang bukanlah keluarga serba ada yang bisa membeli buku apapun, untungnya kak ratu selalu memanfaatkan waktu istirahat dengan meminjam buku di perpus sekolah dan menyodorkannya padaku. (bersambung)
»»  READMORE...

Kepingan naskah pertama:

Setahun kemudian

Hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah, aku dimasukan di Sekolah Dasar tempat panji dan ratu menuntut ilmu dahulu. Sekarang panji sudah duduk dibangku SMA dan ratu duduk di bangku SMP. Jarak umur panji dan ratu adalah 2 tahun,sedangkan jarak umur ratu denganku 7 tahun. Menurutku, ratu lebih bisa menerimaku walaupun sebenarnya panji lah kakak tertua. Namun aku hanya bisa bersikap biasa pada keduanya. Sebulan sebelum aku di daftarkan sekolah, ada keributan kecil antara ayah dan ibu. Ayah tidak memperbolehkanku sekolah di sekolah biasa, ayah ingin aku sekolah di sekolah luar biasa yang bisa menampung anak autis sepertiku. Namun, ibu.. yah ibuku memang pengertian, ia tidak pernah membeda-bedakan aku, aku terlihat sama dengan yang lain. Ibu selalu bilang bahwa aku cerdas, aku bisa berada dimana saja dan tidak harus diasingkan. Pantas ibu memberiku nama Genta Brilliant, mungkin ibu selalu percaya bahwa aku cerdas, berbeda dengan kakak-kakakku yang namanya selalu diakhiri dengan nama ayah. Tapi itu tidak membuatku merasa iri kepadanya. Mungkin ayah malu memiliki anak sepertiku dan malu menyekolahkanku di sekolah umum karena untuk berbicara saja aku masih terbata-bata. Aku memang tidak suka banyak orang, aku suka menyendiri dan bermain dengan benda-benda yang menurut orang lain monoton, tapi bagiku menyenangkan. Memang aku sangat suka belajar, Aku selalu ingin belajar untuk menutupi kekuranganku, agar kelak aku tidak dilecehkan orang lain. Dan ratu, dialah kakak yang selalu mengajariku membaca, menulis, menggambar, walaupun terkadang pensil dan crayon itu justru rusak denganku.

“Mulai hari ini kamu sudah punya tanggung jawab ya, kamu harus belajar yang benar di sekolah, jangan buat keributan, nanti kamu akan memiliki banyak teman”, ucap ibu sambil merapikan baju seragam ku yang masih berantakan.

“I..iya bu”, sahutku.

“Ha..haa.. anak seperti dia dimasukkan disekolah itu, Cuma bisa bikin malu aja bu..” kak panji mulai mencibirku.

“Jangan begitu panji, dia itu adikmu yang pintar. Suatu saat ibu pasti bangga dengan genta” ibuku kembali memuji sambil mencium keningku. Sebenarnya aku selalu ingin menolak saat ibu menciumku. Karena aku tidak menyukai daya tarik fisik.

“Memangnya ibu siap kalau harus terus berurusan dengan kepala sekolah karena ulahnya, dia itu beda dengan panji,bu. Dia ngga pantes sekolah disana” kak panji terus mengucilkanku sambil duduk memakai sepatu.

“Siapa bilang.. ibu tidak takut dengan genta. Dia akan baik-baik saja di sekolah. Justru nanti ibu akan bangga karena prestasinya di sekolah” entah prestasi apa yang ibu maksud, tapi aku janji akan bisa membahagiakan ibu nanti.

Baiklah terserah ibu, semoga nanti ibu tidak lelah karena harus berkali-kali minta maaf kepada orang-orang karena kenakalannya” cetus kak panji sambil mencium tangan ibu dan berlalu meninggalkan kami.

Pagi itu ratu sudah berangkat lebih awal, kalau saja ada kak ratu, pasti dialah juru bicara ibu yang terus melawan kak panji. Aku hanya bisa diam, aku tidak suka banyak bicara. Tidak suka komunikasi, bahkan pada usia itu, aku tidak mengerti apa maksud pembicaraan mereka. Aku memang sangat pasif. Yang aku tahu, aku harus belajar di sekolah seperti yang ibu bilang.(bersambung)

»»  READMORE...

Genta is a Autism writer

Prolog

“ Kalau saja kamu tidak melahirkan anak itu, tidak akan begini jadinya. Kamu fikir saya tidak malu. Kemarin baru saja merusak tanaman orang, sekarang berantem dengan anak itu lagi. Harus bagaimana lagi saya mengajarinya, Bu..?” bentak ayah pada ibu yang sedari tadi hanya mengelus rambutku. Iya, itulah ayahku. Seorang lelaki berbadan besar tegap dengan suara yang keras lantang dan tidak pernah menampakan wajah persahabatan kepada setiap orang, kecuali pada ratu. Ratu adalah kakak kedua ku. Aku anak ketiga dari tiga bersaudara. Kakak pertamaku bernama panji dan yang kedua bernama ratu. Mungkin ayah begitu sayang pada ratu karena dia anak perempuan satu-satunya. Bagiku, panji adalah seorang kakak yang baik,pintar,peduli dan perhatian, nyaris perfect. Tapi kebaikannya itu tidak pernah diberikan padaku melainkan pada ratu. Panji sangat menjaga ratu dan selalu cemburu apabila ibu lebih perhatian padaku daripada ia dan ratu. Aku sadar, mungkin karena aku berbeda dengan orang-orang normal sehingga akupun harus diperlakukan berbeda. Tapi, aku selalu melihat setiap orang dari sisi positifnya dan selalu menganggap semua orang baik padaku seperti yang sering ibu katakan.

“Kenapa ibu diam saja!! Pantas saja anak itu semakin menjadi-jadi. Benar apa yang Pak Surya bilang, dititipkan saja dia di panti, kan memang sepantasnya dia berada disana..” kembali ayah meluapkan emosinya. Dan aku langsung bangun dari pangkuan ibu. Mendengar kata ‘dititipkan di panti’ membuatku nyaris takut. Karena diusia ku yang baru 5 tahun itu,aku merasa tidak ada orang yang lebih baik kecuali ibu. Aku tidak ingin pisah dengan ibu.

“Istighfar lah yah, anak seusia genta memang masih nakal-nakalnya. Jangan beda-bedakan dia dengan yang lain. genta tidak boleh tinggal di panti!!” kini ibuku mulai bersuara. Memang setiap aku melakukan kesalahan, ibu lah pahlawan yang selalu membelaku. Sejujurnya, aku tidak pernah ingin membuat suatu kesalahan,namun terkadang aku reflex melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin kulakukan. Itulah aku, aku dilahirkan dengan kekurangan. Aku berbeda dengan panji,ratu dan anak-anak lain seusiaku. Aku memiliki penyakit gangguan kejiwaan yang biasa disebut Autis Infantil. Untuk itu, ayah sangat membenciku dan selalu menginginkanku tinggal di panti.

Sejak lahir sampai dengan umur 24 - 30 bulan aku masih terlihat normal. Setelah itu orang tua ku mulai melihat perubahan seperti keterlambatan berbicara, bermain dan berteman (bersosialisasi) tidak seperti anak lainnya. Kecurigaan itu bertambah saat ibu memeriksakan aku pada beberapa tim dokter ahli seperti ahli neurologis, ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli terapi bahasa, ahli pengajar dan ahli profesional lainnya dibidang autisme. Dan hasil diagnose mengatakan bahwa aku mengidap autis ringan yang kemungkinan dapat disembuhkan, tergantung dari berat tidaknya gangguan yang ada.

“Tapi kalau dia terus berada disini, barang apalagi yang akan dirusaknya. Anak siapa lagi yang menjadi korban kenakalannya. saya malu memiliki anak seperti itu!!”

“Astagfirullah yah, genta ini anakmu. Allah sedang menguji kita. Sesabar apakah kita menerimanya. Kalau ayah malu memiliki genta, biar ibu yang merawatnya. Biar ibu juga yang menghadapi keluhan tetangga akibat perbuataannya. Tapi ibu yakin, genta tidak akan senakal itu, kecuali dia merasa tidak nyaman di suatu tempat”. Ibu memang pahlawan bagiku, karena dialah yang menyelamatkanku saat ayah sudah menjajah pikiranku. Aku sempat tidak memiliki semangat hidup saat ayah bilang bahwa ‘malu memiliki anak sepertiku’. Tak sanggup aku menatap ayah dan hanya satu kalimat yang dapat kuucapkan dengan nada terbata-bata.

“mm..maafkaan genn..taa, yah”, ada banyak kata yang ingin kuucapkan. Sebenarnya aku berantem karena idam anak tetangga sebelah selalu mengejekku, terutama mengejek nama ayah. Ayahku memang hanya seorang supir taksi yang terkadang mengantarkan idam ke sekolahnya. Perubahan hidup kami terjadi saat ibu sedang mengandung aku. Semenjak ayah diberhentikan dari perhotelan dan segala investasinya habis, ayahku memulai usaha lagi dari nol. Walaupun memang sangat berat menerima kenyataan itu, namun ayah berusaha tegar menghadapinya,tapi tidak dalam menghadapiku.

“Sudahlah.. terserah kamu.. urus saja anak itu sendiri!!” Ayah pun berlalu meninggalkan aku dan ibu. Kalau saja ayah tahu penyebab aku berkelahi. Tapi ya sudahlah,toh kalau aku ceritakan ayah tidak akan percaya dan hanya memperpanjang masalah saja. Ibu pun kembali menatapku..

“Sudah malam, cepat tidur. Jangan disimpan di hati perkataan ayah tadi. Ayah cuma ingin kamu menjadi anak yang baik. Berkelahi itu bukan perbuatan baik. Kalau genta ingin menjadi anak ibu, genta harus menjadi anak yang baik. Bisa?” ibu kembali menasehatiku sambil menuntunku menuju kamar.

“Bb..bisaa..”

“Ibu percaya sama genta” memang hanya ucapan ibu yang selalu membuat aku tenang. Walau sebenarnya aku masih teringat kata-kata ayah yang selalu bilang ingin menitipkanku di panti. Aku tidak sanggup mengingatnya.(bersambung)

»»  READMORE...

Awal Penulisanku

Namaku adalah Lintang Puspita Ayu. Aku adalah mahasiswi tingkat 2 yang mengambil jurusan Sistem Informasi di salah satu PTS di Jakarta. Awalnya aku sangat sedih dan menyesal tidak dapat kuliah di Perguruan Tinggi Negeri. Karena memang cita-citaku dari kecil adalah menjadi seorang guru,terutama menjadi guru kimia. Sejak umur 6 tahun, aku sering ditinggal oleh mama untuk bekerja. Dan aku dirawat oleh orang yang membantu mama di rumah atau biasa ku sebut ‘mbak’. Selama itu aku banyak diajari olehnya. Aku justru belajar menggambar dari mbakku. dan sekarang menggambar menjadi salah satu dari hobi ku.

Di usia ke 17 tahun aku begitu maniak dengan kreatifitas menggambar graffiti. Karena memang aku mengikuti teman lelaki ku yang begitu pintar dalam melukis. Beberapa karyaku ku simpan di friendster dan facebook. Namun hardcopy nya banyak yang hilang atau diberikan untuk temanku. Selain itu, aku suka mencoba sesuatu yang belum pernah ku coba. Seperti masuk dalam organisasi sekolah atau kampus. Dan sekarang aku ingin mulai memasuki dunia kepenulisan. Aku mencoba menulis sebuah cerita yang menceritakan tentang seorang anak yang mengalami gangguan kejiwaan atau autis. Beberapa sumber telah ku pelajari dan tinggal ku tuangkan dalam kata-kata. Memang sepertinya berat, terutama saat blank atau bisa disebut “writer’s block”. Sepertinya untuk meneruskan tulisan 1 kalimat saja susah sekali. Tapi perlahan aku coba rangkai,dan hasilnya baru mendapat beberapa lembar. Karena dalam perkuliahan terdapat mata kuliah softskill,yang mengharuskan mahasiswa aktif membuat tulisan. Maka, sebagian tulisanku akan aku posting dalam blog ini. Dan semoga saja bermanfaat untuk kita semua.

»»  READMORE...