Setahun kemudian
Hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah, aku dimasukan di Sekolah Dasar tempat panji dan ratu menuntut ilmu dahulu. Sekarang panji sudah duduk dibangku SMA dan ratu duduk di bangku SMP. Jarak umur panji dan ratu adalah 2 tahun,sedangkan jarak umur ratu denganku 7 tahun. Menurutku, ratu lebih bisa menerimaku walaupun sebenarnya panji lah kakak tertua. Namun aku hanya bisa bersikap biasa pada keduanya. Sebulan sebelum aku di daftarkan sekolah, ada keributan kecil antara ayah dan ibu. Ayah tidak memperbolehkanku sekolah di sekolah biasa, ayah ingin aku sekolah di sekolah luar biasa yang bisa menampung anak autis sepertiku. Namun, ibu.. yah ibuku memang pengertian, ia tidak pernah membeda-bedakan aku, aku terlihat sama dengan yang lain. Ibu selalu bilang bahwa aku cerdas, aku bisa berada dimana saja dan tidak harus diasingkan. Pantas ibu memberiku nama Genta Brilliant, mungkin ibu selalu percaya bahwa aku cerdas, berbeda dengan kakak-kakakku yang namanya selalu diakhiri dengan nama ayah. Tapi itu tidak membuatku merasa iri kepadanya. Mungkin ayah malu memiliki anak sepertiku dan malu menyekolahkanku di sekolah umum karena untuk berbicara saja aku masih terbata-bata. Aku memang tidak suka banyak orang, aku suka menyendiri dan bermain dengan benda-benda yang menurut orang lain monoton, tapi bagiku menyenangkan. Memang aku sangat suka belajar, Aku selalu ingin belajar untuk menutupi kekuranganku, agar kelak aku tidak dilecehkan orang lain. Dan ratu, dialah kakak yang selalu mengajariku membaca, menulis, menggambar, walaupun terkadang pensil dan crayon itu justru rusak denganku.
“Mulai hari ini kamu sudah punya tanggung jawab ya, kamu harus belajar yang benar di sekolah, jangan buat keributan, nanti kamu akan memiliki banyak teman”, ucap ibu sambil merapikan baju seragam ku yang masih berantakan.
“I..iya bu”, sahutku.
“Ha..haa.. anak seperti dia dimasukkan disekolah itu, Cuma bisa bikin malu aja bu..” kak panji mulai mencibirku.
“Jangan begitu panji, dia itu adikmu yang pintar. Suatu saat ibu pasti bangga dengan genta” ibuku kembali memuji sambil mencium keningku. Sebenarnya aku selalu ingin menolak saat ibu menciumku. Karena aku tidak menyukai daya tarik fisik.
“Memangnya ibu siap kalau harus terus berurusan dengan kepala sekolah karena ulahnya, dia itu beda dengan panji,bu. Dia ngga pantes sekolah disana” kak panji terus mengucilkanku sambil duduk memakai sepatu.
“Siapa bilang.. ibu tidak takut dengan genta. Dia akan baik-baik saja di sekolah. Justru nanti ibu akan bangga karena prestasinya di sekolah” entah prestasi apa yang ibu maksud, tapi aku janji akan bisa membahagiakan ibu nanti.
“Baiklah terserah ibu, semoga nanti ibu tidak lelah karena harus berkali-kali minta maaf kepada orang-orang karena kenakalannya” cetus kak panji sambil mencium tangan ibu dan berlalu meninggalkan kami.
Pagi itu ratu sudah berangkat lebih awal, kalau saja ada kak ratu, pasti dialah juru bicara ibu yang terus melawan kak panji. Aku hanya bisa diam, aku tidak suka banyak bicara. Tidak suka komunikasi, bahkan pada usia itu, aku tidak mengerti apa maksud pembicaraan mereka. Aku memang sangat pasif. Yang aku tahu, aku harus belajar di sekolah seperti yang ibu bilang.(bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar